Saturday, 21 January 2012

SYEIKH MUHAMMAD BUKHARI BAHAUDDIN AN-NAQSYABANDI

Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah adalah salah seorang wali yang ternama dan masyhur, hidup pada Tahun 717 - 791 H di Desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia.
Beliau di kenal adalah pendiri Thariqat A-Naqsyabandiyah, yaitu sebuah ajaran jalan (thariqat) yang sangat terkenal banyak pengikutnya dan sampai jutaan jama’ah dan tersebar luas sampai ke Indonesia dan kita hingga saat ini.
Guru pertama Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah adalah Syeikh Muhammmad Baba 'As Samasi, yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik di sisi Allah Swt, maupun di hadapan sesama manusia di Desa Qoshrul 'Arifan yang tidak lain adalah Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah.  
Dalam didikan Syeikh Muhammad Baba 'As Samasi inilah Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah mencapai keberhasilan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. sampai - sampai Syeikh Muhammad Babassamasi memberinya hadiah sebuah “Kopiah Wasiat Al Azizan” yang memacu cita - citanya untuk lebih dekat dan Wusul (sampai) kepada Allah Swt, hingga di suatu saat, Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, melaksanakan Sholat Lail (malam) di Masjid, dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai seakan terasa hadir di hadapan Allah (Tadhoru’), saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala dan cobaannya Mahabbbah (cinta kepada Allah)”.
Pada waktu subuh, Syeikh Muhammad Babassamasi yang seorang Waliyullah yang Kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja yang Engkau ridloi”.
Karena Allah Swt tidak ridla jika hamba-NYA terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah mengamalkan berdo’a sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh gurunya Syeikh Muhammad Babassamasi.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq, Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan kesibukan dunia, ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah untuk bercakap - cakap. Saat itulah secara tiba - tiba ada suara yang ditujukan pada beliau, “Hei, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari yang sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut, hati Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah langsung bergetar dengan kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang, Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah dua raka'at. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luar biasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah mengalami Jadzab (ilham) yang pertama kali beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ? “Biar tercapai tujuanku’, jawab Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah. Terdengar lagi suara, “Jika demikian maka semua perintah-KU harus di jalankan. Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku", dan ternyata sampai 15 hari lamanya beliau masih merasa berat akan hal tersebut, terus terdengar lagi suara, “Ya sudahlah, sekarang apa yang ingin kamu tuju? Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah menjawab, “Aku ingin jalan (Thariqat) yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah Wushul Ilallah”.
Suatu malam saat berziarah di makam Syeikh Muhammad Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang, tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah berziarah ke makam Syeikh Ahmad Al Ahfar Buli, tetapi di sini lampunya juga tetap seperti tadi, terus Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah di ajak oleh dua orang ke makam Syeikh Muzdakhin, di sini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah berkata, “Isyarat apakah ini ?”, kemudian Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh, dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan - lahan, mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang di duduki oleh seseorang yang sangat berwibawa di mana wajahnya terpancar nur yang berkilau. dan di samping kanan dan kirinya terdapat beberapa jama'ah termasuk guru beliau yang telah wafat, yakni Syeikh Muhammad Babassamasi.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad Abdul Kholiq Al Pajduwani dan yang lain adalah Cholifahnya, lalu ada yang menunjuk, ini Syeikh Ahmad Shodiq, Syeikh Auliya’ Kabir, ini Syeikh Mahmud Al-Anjir dan ini Syeikh Muhammad Babassamasi yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu, lalu Syeikh Muhammad Abdul Kholiq Pajduani memberikan penjelasan mengenai hal - hal yang di alami Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, “Sesungguhnya lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat kuat untuk menerima jalan (Thariqat) ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus menambah kesungguhan sehingga betul - betul siap, untuk itu kamu harus betul - betul menjalankan 3 (tiga) perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syari'at;
2. Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar;
3. Menetapkan Istiqamah (kesungguhan) dan Riyadhah (perjuangan) dalam menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang mudah - mudah dan meninggalkan bid’ah serta harus berpedoman pada prilaku Rasulullah Saw dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan Kasyaf ini, besok pagi berangkatlah kamu kepada Syeikh Maulana Syamsudin, di sana nanti ceritakanlah kejadian ini, terus keesokannya lagi pergilah kepada Sayyid Amir Kulal di Desa Nasaf dan bawalah Wasiat Al-Azizan dan letakkanlah di hadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa - apa, nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kulal segera meletakkan “Wasiat Al-Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat Wasiat Al-Azizan tersebut, Sayyid Amir Kulal mengetahui bahwa orang yang ada di depannya adalah Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah adalah yang telah di wasiatkan oleh Syeikh Muhammad Babassamasi sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah di didik oleh Sayyid Amir Kulal dengan Kholwat/Suluk selama 10 (sepuluh hari), terus mengerjakan Zikir Nafi Itsbat dengan Sir, setelah semua di jalankan dengan sungguh - sungguh dan berhasil, lalu beliau menyuruhnya lagi memperdalam dan menambah ilmu seperti, Ilmu Syari'at, Hadist - Hadist dan Akhlaqnya Rasulullah Saw serta para sahabat, setelah semua perintah dari Syeikh Abdul Kholiq Pajduani yang melalui Alam Kasyaf itu benar - benar di jalankan dengan kesungguhan oleh Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, maka jelaslah itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Zikir Sir berasalnya dari Syeikh Muhammad Abdul Kholiq Pajduwani yang mengaji tafsir di depan Syeikh Syadruddin, waktu sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan cara Tadhorru’ dan menyamarkan diri", lalu beliau berkata bagaimana Haqiqatnya Zikir Khofi dan Kaifiyahnya? Guru menjawab : Itu ilmu laduni dan insya Allah kamu akan di ajari Zikir Khofi, namun pada akhirnya yang memberi pelajaran langsung adalah Nabi Khaidhir As.
Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah di suatu hari berjalan keluar bersama salah seorang sahabatnya yang bernama Muhammad Zahid dan pergi ke Padang Pasir dengan membawa cangkul, kemudian ada hal yang membuat mereka untuk meletakkan cangkul tersebut, lalu mereka berbicara tentang Ma’rifat sampai tentang 'Ubudiyah, “Kalau sekarang bicara kita sampai begini, berarti sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan matilah ia seketika”, dan tanpa sengaja Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah berkata kepada Muhammad Zahid, “Matilah kamu!, maka seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu Dhuhur, melihat hal tersebut Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah menjadi bingung, apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya cuaca matahari.
Tiba - tiba ada ilham yang datang “Hei Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, berkatalah engkau Ahyi (hiduplah kamu), maka Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah mengatakan Ahyi sebanyak 3 (tiga) kali, saat itulah mayat Muhammad Zahid terlihat mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti semula.
Ini adalah pengalaman pertama kali Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, dan hal ini menunjukkan bahwa dia adalah seorang wali.
Ada lagi ceritanya adalah murid Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah yang bernama Syeikh Tajuddin berkata, “Ketika aku di suruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan sambil terbang di udara, pada suatu ketika waktu saat aku terbang ke Bukhara, dalam perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku, sejak itulah kekuatanku untuk terbang di cabut oleh Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah, dan sejak itu aku tak bisa lagi terbang sampai saat ini”.
Demikianlah sejarah singkat Tuan Syeikh Muhammad Bukhari Baha'uddin An-Naqsyabandiyah.
 
sumber :  http://wadahsufiyah.blogspot.com/p/syeikh-muhammad-bukhari-naqsyabandi.html

Monday, 16 January 2012

mazhab dalam islam

dari tuan guru ustaz azmi talib bahawa syeikh jamil tareeq telah berkata didalam jorh haji "Allah mentakdirkan terbentuknya mazhab2 dalam agaa ISLAM ini adalah tanda KECINTAAN ALLAH terhadap nabi kita NABI MUHAMMAD SAW....kerana ingin "melihat" kesemua SUNNAH NABI SAW diamalkan oleh umat manusia....mazhab syafie ambil sunnah yang ini...mazhab hanafi ambil sunnah yang lain..mazhab maliki ambil sunnah yang lain....mazhab hambali ambil sunnah yang lain...begitulah dengan mazhab2 yang lain...dan SEMUA SUNNAH INI DIHIDUPKAN..."

ditambah oleh alfadhil ustaz azmi "jadi berlapang dadalah....jangan kita memaksa orang ramai untuk mengikut pendapat kita...sedangkan yang dipegang oleh mereka itu adalah HAQ....adalah menjadi DOSA sekiranya anda menentang sesuatu yang HAQ...dengan yang HAQ...."

beliau menambah lagi "dimalaysia ini mengamalkan mazhab syafie....sekiranya anda mahu mengikut mazhab lain...SILAKAN...tetapi jangn PAKSA mereka yang bermazhab syafie untuk mengikut pendapat kamu yang tidak bermazhab syafie...kerana ianya menimbulkan PERPECAHAN..KEKELIRUAN...bahkan FITNAH..dan ini lebih mendekatkan diri dengan DOSA...!"

beliau berkata lagi "sebelum kita mengatakan pendapat imam syafie lemah....cuba kita "hadirkan" diri kita "dihadapan" imam syafie.....cuba kita bandingkan diri kita dengan beliau.....dari segi ketakwaan..kewarakan...kezuhudan..kecintaan kepada Allah dan Rasul...kealiman...kefaqihan.....ketajaman akal..menghafal ribuan hadis bahkan bertaraf muhaddithin.....dan disokong oleh ulama2 muktabar seperti imam nawawi...imam mawardi...dan ...imam2 lain....adakah ulama2 yang berpegang dengan pendapat imam syafie ini jahil??dan kita yang hadis 100 pom tidak mampu hafal ini LEBIH CERDIK lebih FAQIH dari Ulama yang berpegang dengan pendapat imam syafie???ataupun..xperlu bandingkan diri kita dengan imam syafie....bandingkan diri kita dengan imam nawawi sahaja.....adakah sama "taraf" kita dengan beliau????"

Friday, 6 January 2012

SYEIKH AHMAD KHATHIB BIN ABDUL LATHIF AL-MINANKABAWI

APABILA membicarakan sejarah perkembangan Islam, kita tidak dapat menafikan bahawa tasauf dan berbagai-bagai jenis tarekatnya turut dibicarakan. Tarekat-tarekat itu menurut jumhur ulama ada yang mu'tabarah, iaitu tarekat yang dianggap benar-benar menurut ajaran Islam yang boleh diamalkan. Namun ada pula beberapa tarekat yang dianggap menyeleweng daripada ajaran Islam yang sebenarnya.
Tarekat-tarekat mu'tabarah di dunia Melayu telah diajarkan serentak dengan kemasukan Islam itu sendiri di rantau ini. Perkara ini dapat dibuktikan dengan penulisan-penulisan ulama-ulama kita sejak abad ke 16-17 Masihi, baik ulama-ulama yang muncul di Aceh mahu pun di Patani dan termasuk ulama-ulama yang berasal dari Arab.
Penyebaran tarekat-tarekat tasauf itu sangat rancak sejak dulu hingga ke penghujung abad ke-19 Masihi atau awal abad ke 20 Masihi telah mulai terjadi pembaharuan. Sehingga ada segelintir para intelektual Islam di dunia Melayu sering memandang sesat yang membidaahkan ajaran tarekat dan berbagai-bagai disiplin ilmu Islami yang tidak mereka setujui.
Ulama-ulama tasauf telah membela tarekat-tarekat itu dengan hujah-hujah mereka yang tak akan terkalahkan baik di forum debat mahu pun dengan polemik berupa risalah atau kitab. Intelektual tarekat akan muncul setiap waktu mempertahankannya apabila diserang oleh orang-orang yang anti terhadap ajaran mereka.
Di antara kitab yang pernah menyenaraikan nama-nama tarekat dalam bahasa Melayu yang agak awal ialah Asrar al-Suluk ila Malail Muluk karangan Sheikh Faqih Jalaluddin bin Kamaluddin al-Asyi (Aceh) disebutkan bahawa asal tarekah tasauf Islami dalam dunia ada empat belas, ialah:
lTarekat Thaifuriyah pengetuanya Abu Yazid al-Bisthami.
lTarekat Jistiyah pengetuanya Abu Ahmad Badruddin
lTarekat Qadiriyah pengetuanya Sheikh Abdul Qadir al-Jilani
lTarekat Syahruriyah pengetuanya Sheikh Syihabuddin
lTarekat Kubrawiyah pengetuanya Sheikh Najmuddin Kubra
lTarekat 'Asyiqiyah dan Syathariyah pengetuanya Sheikh Abdullah asy-Syathari. Makna syathariyah ialah sangat pantas perjalanan dan dahulu sampai kepada Allah.
lTarekat Madariyah pengetuanya Sheikh Madar
lTarekat Jahariyah pengetuanya Sheikh Hujjah Ahmad Syawi
lTarekat Naqsyabandiyah pengetuanya Sheikh Abdul Khaliq Ajruni, kemudian maka Sheikh Bahauddin Naqsyabandi
lTarekat Khalwatiyah pengetuanya Sheikh Muhammad Khalwati
lTarekat Ni'matiyah pengetuanya Sheikh Syah Ni'matullah
lTarekat Jaidariyah pengetuanya Sheikh Syah Jaidar anak Juj Saiyidina Ali
lTarekat Jalaliyah pengetuanya Saiyid Jalal an-Najjari
lTarekat Qalandariyah pengetuanya Sheikh Syarfuddin Qalandar
Maksud 'pengetua' bagi setiap tarekat tersebut adalah orang pertama sebagai tokoh yang terkenal dalam sesuatu tarekat, bukan bererti sebagai 'pengasas'.
Di antara tarekat-tarekat yang tersebut di atas, antara yang tersebar secara meluas di dunia Melayu sejak dulu hingga sekarang adalah Syathariyah, Qadiriyah, Rifa'iyah, Naqsyabandiyah, Sammaniyah, Khalwatiyah, Ahmadiyah dan lain-lain.
Semua ulama dunia Melayu yang dipercayai benar ilmunya mengajarkan tarekat, di antaranya adalah Sheikh Nuruddin ar-Raniri, Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, Sheikh Yusuf Tajul Khalwati al-Mankatsi, Sheikh Abdus Shamad al-Falimbani, Sheikh Daud bin Abdullah al-Fatani, Sheikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani, Sheikh Wan Ali Kutan al-Kalantani dan ramai lagi.
Perkembangan tarekat-tarekat serta ulama tersebut telah penulis bicarakan sebelum ini, namun terdapat seorang ulama Tarekat Naqsyabandiyah yang belum dibicarakan lagi, iaitu Sheikh Abdul Azhim al-Manduri.
Sheikh Abdul Azhim Al-Manduri (Madura)
Ulama yang dibicarakan ini merupakan salah seorang murid Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi yang sangat terkenal berasal dari Madura dan pernah mengajar di Mekah (wafat tahun 1335 H/1916 M). Salasilah beliau dalam Tarekat Naqsyabandiyah adalah berikut:
lSheikh Abdul Azhim al-Manduri (Madura) belajar kepada dua Mursyid, iaitu:
lSaiyid Muhammad Shalih az-Zawawi (1246 H/1830 M-1308 H/1890 M) dan Sheikh Abdul Hamid ad-Daghitstani al-Muzhhari, belajar kepada
lSheikh Muhammad Muzhhar al-Ahmadi (wafat 1301 H/1883 M di Madinah), beliau inilah yang dianggap sebagai Mujaddid Tarekat Naqsyabandiyah pada aliran ini, belajar kepada
lSheikh Ahmad Sa'id al-Ahmadi (wafat 1277 H/1860 M di Madinah) belajar kepada
lSheikh Abu Ahmad Sa'id al-Ahmadi (wafat 1250 H/1835 M di Madinah) belajar kepada
lSheikh Abdullah ad-Dihlawi (1158 H/1735 M12 Safar 1240 H/1824 M). Mulai dari sini hingga ke penghujung salasilah adalah sama dengan Salasilah Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Syeikh Ismail Minangkabau.
Selain belajar kepada Saiyid Muhammad Shalih az-Zawawi (1246 H/1830 M-1308 H/1890 M), beliau juga belajar kepada Saiyid Abdul Karim Daghitstani (wafat akhir Syaaban 1338 H/1909 M), Saiyid Umar asy-Syami (1245 H/1829 M-Syawal 1313 H/1895 M).
Sheikh Abdul Azhim al-Manduri mempunyai murid yang sangat ramai, kebanyakannya menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah itu. Salah seorang di antara mereka ialah Kiai Haji Zainal Abidin Kwanyar, Bangkalan, Madura (wafat 1358 H/1939 M), yang berbiras dengan Sheikh Abdul Azhim al-Manduri. Murid Sheikh Abdul Azhim al-Manduri yang sangat terkenal pula ialah Kiai Khalil al-Bankalani (wafat 1344 H/1925 M).
Salah seorang keturunan muridnya ialah Kiai Fathul Bari, berasal dari Sampang dan wafat di Peniraman, Kalimantan Barat tahun 1960 M. Murid beliau ini sangat ramai di Madura, Jawa Timur dan Kalimantan Barat. Setelah beliau wafat, muncul pula murid beliau Saiyid Muhsin al-Hinduan, ulama yang mempunyai murid yang sangat ramai di Kalimantan Barat, Jawa dan Sulawesi. Beliau meninggal dunia di Pontianak, pada 1980 M, jenazahnya diterbangkan ke Sumenep, Madura.
Karya Sheikh Abdul Azhim al-Manduri tersebut yang telah diketemukan hanya sebuah, iaitu Kaifiyat Berzikir Atas Thariqat Naqsyabandiyah, cetakan pertama Matba'ah al-Miriyah al-Kainah, Makkah, 1308 H/1890 M. Walaupun risalah tersebut kecil, namun mendapat pengaruh yang besar di kalangan pengamal-pengamal Tarekat Naqsyabandiyah di dunia Melayu.
Petikan kata-kata Saiyid Muhsin Ali al-Hinduan
Saiyid Muhsin Ali al-Hinduan, seorang Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah, pernah datang ke rumah Al-Ustaz Haji Abdur Rani Mahmud, membicarakan persoalan pada tahun itu akan diadakan Haul Imam Rabbani di Masjid Jami' Al-Falah, Sungai Jawi Dalam, Pontianak.
Ustaz Haji Abdur Rani Mahmud menjelaskan bahawa pedoman beliau untuk memberikan ceramah tentang haul dan lain-lain, yang beliau diberikan kepercayaan oleh Al-Ustaz Saiyid Muhsin Ali al-Hinduan, yang paling penting sebagai pedoman beliau ialah karya Sheikh Abdul Azhim al-Manduri tersebut.
Saiyid Muhsin Ali al-Hinduan pernah merakamkan peristiwa yang diceritakan oleh gurunya yang beliau tulis dalam risalah kecil berjudul Rantai Mas. Di sini penulis menyalin semula yang termaktub pada halaman 72, menurut beliau adalah berikut:
"K. H. Zainal Abidin Kwanyar Bangkalan Madura adalah seorang Alim Besar, soleh serta warak. Beliau ini adalah saudara misanan daripada Sheikh Abdul Azhim (meninggal di Bangkalan tahun 1335 H/1916 M) pembawa Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah ke daerah Madura, dan sejak kecilnya memanglah dalam asuhannya. Beliau dibawa ke Mekah oleh saudaranya itu dan lama tinggal di sana menuntut berbagai-bagai ilmu kepada alim ulama Mekah.
Pernah beliau menceritakan kepada beberapa orang muridnya, bagaimana asal mulanya beliau menganut Tarekat Naqsyabandiyah, katanya:
"Lama benar saya tinggal di Mekah dalam asuhan kakandaku Sheikh Abdul Azhim, seorang Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah yang tak ada bandingannya di masa itu. Beliau tersohor sebagai Wali Allah yang istimewa, yang tidak sedikit murid-muridnya.
Di sana saya menuntut berbagai-bagai ilmu kepada alim ulama yang besar-besar, seperti Tuan Sheikh Umar Bajunaid, Tuan Sheikh Ahmad Khathib Minangkabau dan lain-lainnya. Dalam hatiku memang sudah terkandung hasrat yang besar untuk mempelajari Tarekat Naqsyabandiyah, namun setiap kali saya memberitahu akan hal itu kepada sang Guru Besar Tuan Sheikh Ahmad Khathib, sentiasa beliau mencegah dan melarang saya seraya katanya, "Tarekat Naqsyabandiyah itu tidaklah berasal daripada agama sedikit pun juga, melainkan hanya buatan manusia. Pokoknya Tarekat Naqsyabandiyah itu tidak lebih daripada bidaah dhalalah.
Akan tetapi dengan kehendak Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ketika pada suatu hari saya sedang mentelaah kitab yang saya kaji, sekonyong-konyong datanglah kakandaku Sheikh Abdul Azhim ke tempatku seraya katanya: "Hai Zainal Abidin, mengapakah tidak engkau segera mempelajari Tarekat Naqsyabandiyah, padahal aku sendiri di sini sebagai seorang Mursyid dan Guru dari tarekat tersebut? Ketahuilah bahasa yang dikatakan orang yang kamil itu, bukanlah hanya orang yang pandai membaca kitab yang beraneka warna akan tetapi orang yang sebenar-benarnya kamil ialah orang yang tidak kunjung, putus perhubungan batinnya dengan Allah sedikitpun juga, walaupun orang itu hanya berilmu sekadar cukup dipakai saja".
Dan katanya pula: "Sekalipun sampai di mana ilmu pengetahuan mu dan ibadah zahir yang engkau kerjakan itu, namun tetaplah tak akan diterima Allah bila tidak disertakan hati yang bersih, tulus ikhlas serta senantiasa ingat akan Allah. Kerana kehodohan hati kepada Allah itulah yang disebut Ruhul Ibadah. Ada pun setiap amal ibadah apa pun juga yang tidak disertakan perhubungan batin maka yang demikian itu adalah ibarat bangkai yang tak bernyawa lagi atau kata lebih tegas, "Bangkai ibadah namanya".
Perkataan kandaku serasa menusuk jantungku, sehingga menyebabkan saya berani menghadap sang Guru Sheikh Ahmad Khathib meminta izin sekali lagi daripadanya untuk mempelajari Tarekat Naqsyabandiyah kepada kekanda Sheikh Abdul Azhim.
"Telah berulang-ulang saya terangkan kepadamu bahasa Tarekat Naqsyabandiyah itu adalah bidaah dhalalah," katanya dengan muka marah. "Saya ingin tahu yang sebenarnya," kataku. "Kerana penentangan yang tidak disertakan dengan penyelidikan yang saksama salahlah hukumnya."
Lalu katanya: "Baiklah, boleh engkau masuk Tarekat Naqsyabandiyah itu dengan maksud dan niat yang demikian namun engkau harus berhati-hatilah, jangan sampai tertipu atau terpengaruh oleh ajaran-ajarannya. Kerana tidaklah sedikit orang orang yang telah terjebak dalam perangkap mereka padahal mereka itu adalah dari alim ulama yang ternama." "Tidak khuatir. Insya-Allah," jawabku.
Pada malam hari itu juga saya datang menemui kekanda Sheikh Abdul Azhim di majlisnya dan kebetulan beliau sedang dikerumuni oleh murid-muridnya yang ramai. Mereka sama duduk menghadap beliau dengan penuh hormat, khidmat dan takzim kepada beliau.
Saya terus duduk di samping beliau dan menyampaikan keinginan yang telah lama terkandung dalam hatiku, iaitu minta ditalqinkan zikir Tarekat Naqsyabandiyah. Dengan pandangan yang tajam beliau menatap muka saya seraya katanya: "Engkau akan berbai'at dalam Tarekat Naqsyabandiyah?" "Ya", jawabku.
Kata beliau lagi, "Ketahuilah bahasa Tarekat Naqsyabandiyah yang kita amalkan ini adalah satu-satunya tarekat yang memang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Dan engkau harus yakin dalam hatimu akan yang demikian itu. Jangan masih ada terselit dalam hatimu pendapat orang-orang yang sesat yang mengatakan bahasa Tarekat Naqsyabandiyah itu tidaklah daripada ajaran Islam sedikit pun juga. Kerana orang yang suka mengatakan demikian itu tidaklah lain, kecuali mereka yang hampa hati sanubarinya dari 'Nur Ilahi', yakni hanya berisi hawa nafsu dan syaitan belaka. Mereka tidaklah pernah merasakan 'isyq (rindu) kepada Allah dalam erti kata yang sebenarnya, bahkan mereka tidak mengerti apa yang dikatakan rindu kepada Allah itu. Ibadah yang mereka kerjakan itu tidaklah lebih daripada Tazyinuz Zahir (Perhiasan zahir) sedang isi hatinya bertentangan dengan apa yang diperbuatnya".
Dan katanya pula: "Hai anakku Zainal Abidin, marilah engkau memasuki Tarekat Naqsyabandiyah ini dengan niat yang suci murni, iaitu tidak lain hanya menuntut keredaan Allah SWT. Bukan dengan niat menyelidiki atau hanya ingin mengetahuinya saja. Dan kelak setelah engkau mengamalkannya, tentulah engkau tahu, apakah benar orang-orang yang mengatakan bahasa Tarekat Naqsyabandiyah itu bidaah dan sebagainya".
Kata K.H. Zainal Abidin lagi: "Setelah saya mendengar keterangan yang beliau terangkan itu, gemetarlah hati dan tubuh saya, serta dilangsungkannya bai'at pada malam itu juga, dan ditawajjuhlah batinku dengan zikrullah. Allahu Akbar! Pada tawajjuh yang pertama kali itu dapatlah saya rasakan nikmat dan lazat zikrullah yang belum pernah saya rasakan selama hidup, serta tersingkaplah tirai batin yang menyelubungi saya dan dibukakan-Nya kepada saya beberapa pemandangan yang indah-indah yang sukar bagiku untuk menceritakannya dengan lidah zahir ini.
Pada keesokan hari itu jua datanglah saya ke tempat Guru Besar Sheikh Ahmad Khathib, kemudian dengan tegas saya nyatakan kepada beliau, bahasa Tarekat Naqsyabandiyah adalah satu-satunya jalan yang baik bagi umat Islam, untuk mencapai tingkat tauhid yang setinggi-tingginya. Mendengar yang demikian itu beliau terkejut dan hairan seraya katanya dengan muka yang sangat merah: "Kalau sudah demikian pendapat engkau, nyatalah bahasa racun Tarekat Naqsyabandiyah itu telah mengenai dirimu."
"Memang," kataku, "dan saya yakin dengan sepenuh-penuhnya bahasa Tarekat Naqsyabandiyah itu adalah memang ajaran agama Islam yang sebenarnya. Dan keyakinan yang demikian itu, selain disebabkan Tarekat Naqsyabandiyah memang berdasarkan al-Quran dan hadis Rasullullah SAW pun juga disebabkan pengalaman dan zauq yang telah saya peroleh." Demikian menurut Saiyid Muhsin Ali al-Hinduan dalam bukunya berjudul Rantai Mas.
Penutup
Sebagaimana telah disebutkan bahawa sebuah karya Sheikh Abdul Azhim al-Manduri yang berpengaruh mengenai Tarekat Naqsyabandiyah di dunia Melayu/Asia Tenggara ialah Kaifiyat Berzikir Atas Tariqat Naqsyabandiyah. Karya itu jika kita ringkaskan maka natijahnya adalah sebagai yang berikut:
Sheikh Abdul Azhim al-Manduri sebelum memasuki perkara-perkara lainnya, beliau menganjurkan supaya menjaga adab salasilah. Kata beliau, "Dan sayugia lagi baginya bahawa tiada meninggalkan ia akan membaca salasilah sekurang-kurangnya setiap delapan hari sekali atau dua kali. Dan jika dibaca sehari semalam satu kali, iaitu terlebih bagus. Bermula jika dibaca pada malam dan lepas sembahyang tahajud, iaitu terlebih afdal.
"Istimewa pula apabila ada barang yang dikehendaki daripada Allah SWT. Kerana dengan berkat mereka itu tiada tertolak oleh hajat, Insya-Allah SWT, sama ada perkara dunia atau perkara akhirat."



sumber:
Utusan Online